
Di dalam rumah, Rafi ngobrol dengan dengan anak SMU itu yang akhirnya diketahui bernama Ridwan. Lama sekali Rafi ngobrol dengan Ridwan, mereka menjadi akrab dalam sekejab, mungkin karena umur mereka yang hampir sama. Mereka berbicara tentang sekolah, hobi, guru, dan hal-hal lain yang biasa diceritakan remaja SMU. Semenjak peristiwa itu, mereka berdua menjadi akrab dan saling bersahabat.
Saat lulus SMU, cerita anak abg itu berlanjut. Kedua pemuda itu diterima di universitas yang sama. Persahabatan
mereka pun makin dekat. Hingga tak terasa, waktu kelulusan pun tiba.
Beberapa hari sebelum wisuda Ridwan menemui Rafi, seperti biasa mereka
lalu saling mengobrol.
“Hey, Rafi!” kata Ridwan, “Tahukah kamu
bahwa jika kamu tidak menolongku dulu, mungkin selamanya aku tidak akan
kenal denganmu. Kamu memang sahabat terbaik ku.”
“Haha.. biasa ajalah. Lha emangnya kenapa, toh?” Rafi balas bertanya.
“Maaf, jika aku tidak pernah bercerita tentang ini. Masa-masa pertemuan awal kita dulu adalah masa-masa kritis dalam hidupku.” Ridwan mulai bercerita, “Waktu itu, usaha ayah
ku bangkrut, dia terlilit banyak hutang. Sedangkan ibuku malah lari
dengan lelaki lain. Aku selalu jadi korban emosi bapak. Waktu itu saya
kecewa sekali dengan mereka dan ingin bunuh diri.”
Ridwan melanjutkan ceritanya, “Tetapi, waktu sehabis membeli racun serangga
dan juga tali untuk bunuh diri, sepedaku malah terpeleset di depan
rumahmu dan kamu menolongku. Keakraban dan ketulusanmu waktu itu
seolah-olah bercerita bahwa masih banyak orang baik di sekitarku. Aku
merasa tidak sendiri lagi waktu itu. Aku melihat ada harapan. Canda dan
sikapmu membuatku membatalkan niat bunuh diriku. Thanks, bro! entah
sadar atau tidak, engkau sudah menyelamatkan nyawaku.”
Sumber: http://www.ceritainspirasi.net